HARGA SEBUAH LUKISAN DULLAH

Bung Karno dan Dullah*

Bung Karno telah sampai di ketinggian sebuah bukit di Kintamani, Bali. Ia terpaku lama di tempat itu. Ketika angin dingin berembus dan menyapa kemeja putihnya, Bung Karno memejamkan mata menghayati suasana. Sementara, awan-awan tipis yang berarak pada jarak “selemparan batu” merangkai komposisinya sendiri. Dan nun jauh di bawah sana, rumpun-rumpun perdu dan hamparan lembah tak henti menerima bayang-bayang awan, yang sebentar ada sebentar tiada. Dullah, Soekarno harus membuat sesuatu di sini. Soekarno dan rakyatnya harus bisa menikmati surga ini. Soekarno dan dunia mesti punya tempat untuk menyaksikan 'lukisan Tuhan' ini!” kata Bung Karno kepada Dullah, yang berdiri patuh di dekatnya. Dullah tentu saja tersentak, dan kemudian berpikir.

Dalam perjalanan pulang menuju Istana Tampaksiring, Dullah mengusulkan sesuatu kepada Bung Karno. Bagaimana kalau di tempat Bapak tadi berdiri dibangun gazebo, agar nanti Bapak dan semua orang mempunyai sudut pandang yang khas untuk menatap keindahan Kintamani?” Bung Karno menoleh kepada Dullah, lantas berkata, “Buatlah sketsanya, nanti kau serahkan kepadaku.”

Beberapa bulan kemudian, masyarakat Bali tahu bahwa di tempat Bung Karno berdiri tadi telah berdiri sebuah pesanggrahan, halte istirahat, atau gazebo. Beberapa tahun selepas itu, masyarakat Indonesia diam-diam datang ke gazebo tersebut untuk menyapukan pandangan mereka ke hamparan alam yang wah alangkah indahnya. Beberapa puluh tahun berselang, orang-orang dari seluruh dunia datang ke Kintamani, dan berduyun-duyun untuk menghormati alam dengan mata takjub dan terharu. Jutaan orang itu berdiri di tempat yang sama dengan tempat Bung Karno dahulu memandangi lembah dan awan-awan.

*****

Itulah salah satu tugas pelukis Istana Presiden. Ya, mempresentasikan gagasan Soekarno,” kisah Dullah pada 1980-an. Selama ini, orang memang menganggap tugas pelukis Istana hanyalah melukis, atau mengurus lukisan-lukisan yang ada di Istana belaka. Padahal lebih dari itu, pelukis Istana serius bekerja memelihara kecintaan Bung Karno kepada seni rupa, merespons kemauan Bung Karno atas sejumlah manifestasi seni, dan mewujudkan aspirasi seni Presiden RI pertama itu dalam berbagai bentuknya. Banyak tugas ekstra di luar Istana. Namun, semua tetap bermuara pada keindahan, yang merupakan esensi dari lukisan,” papar Dullah.

Dari tadi disebut-sebut nama Dullah. Tetapi, siapa sih sebenarnya Dullah itu? Beberapa dari kita mungkin sangat asing dengan nama itu, apalagi jika nama tersebut dilekatkan dengan salah satu nama Proklamator RI, Soekarno. Dullah adalah pelukis Istana Presiden yang bertugas tahun 1950-1960. Dullah memang figur yang beruntung. Ia berkenalan dengan Bung Karno lewat pelukis Sudjojono pada tahun 1944. Kala itu, pria kelahiran Solo 1919 ini sedang dalam proses bergabung dengan Putera (Pusat Tenaga Rakjat) yang dipimpin oleh Bung Karno, Mohamad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mansyur, satu organisasi yang didirikan untuk mendampingi benteng kebudayaan Jepang, Keimin Bunka Sidhoso.

Bung Karno sangat banyak mengenal seniman. Oleh karena itu, sesungguhnya Dullah bisa dengan mudah terlupakan. Namun, Dullah secara tak sengaja sempat menanamkan kenangan daalam benak Bung Karno. Kejadian pada tahun 1945, di sebuah ruang rahasia” Balai Pustaka, Jakarta Pusat, adalah amsalnya. Suatu kali, Bung Karno meminta Sudjojono agar seniman-seniman memproduksi poster perjuangan. Sudjojono mendelegasikan tugas ini kepada pemimpin Balai Pustaka sebagai pihak yang menangani grafis. Pemimpin Balai Pustaka lalu meminta Affandi untuk menggambar posternya. Affandi pun meminta Dullah untuk menjadi modelnya: pejuang perkasa yang sedang berteriak membahana dengan tangan menjotos angkasa. Poster yang diberi teks Boeng Ajo Boeng!” oleh penyair Chairil Anwar itu kemudian digandakan oleh Baharrudin MS, Abdul Salam, dan rekan-rekan lainnya, untuk kemudian disebarkan ke seantero wilayah perjuangan.

Bung Karno terpana melihat poster yang provokatif itu. Dan beliau lantas bertanya kepada Sudjojono siapa yang jadi model dalam poster tersebut. Sudjojono tentu menjawab, Dullah”. Begitu mendengar nama Dullah, Bung Karno tergelak-gelak. Dullah? Belanda pasti tidak menyangka bahwa model dalam poster itu ternyata bertubuh kecil. Kecil!”

Singkatnya, Indonesia kemudian merdeka. Bung Karno menjadi Presiden RI pertama. Urusan politik memang menjadi prioritas. Namun, rasa cintanya kepada seni, terutama seni lukis, sungguh tak bisa ditinggalkan. Dan karena dirinya merasa tak mungkin lagi melukis—meski sesungguhnya inilah cita-cita Bung Karno sejak belia—beliau mulai berkonsentrasi menjadi pengumpul lukisan. Beliau bertekad menjadi kolektor sejati. Bukankah mengumpulkan lukisan adalah manifestasi dari apresiasi mendalam atas seni? Dan bukankah apresiasi yang mendalam merupakan katarsis? Bung Karno memang menganggap seni sebagai api penyucian”.

Berkenaan dengan dunia mengoleksi itu, beliau melihat Istana Kepresidenan bisa menjadi wahana. Bung Karno memperlihatkan keinginannya agar Istana Kepresidenan tak sekadar jadi rumah politik, tapi juga rumah seni yang merefleksikan hati sebuah bangsa. Dari sini lantas timbullah hasrat mengangkat pelukis Istana. Pada saat itulah, ia teringat nama Dullah, si kecil model poster, yang juga dikenal sebagai pelukis gagah berani dalam Agresi Militer II di Yogyakarta 1948 (gelar ini Dullah dapatkan berkat keberaniannya ketika pasukan Belanda mendesak maju, ia merekrut lima muridnya untuk melukis on the spot perang yang sedang terjadi. Kelima pelukis cilik ini dipimpin oleh Mohamad Toha yang masih berusia 11 tahun.). Dullah pun dipanggil. Bagi Dullah, ini adalah jabatan yang sangat mengagetkan, sampai-sampai dirinya shock berhari-hari.

Alea jacta east! Dadu pertaruhan sudah kulemparkan. Dan kau harus menerima, Dullah,” tegas Bung Karno seolah-olah meniru Julius Caesar. Namun, bekerja di Istana Presiden Soekarno ternyata tidak senyaman yang dibayangkan. Tuntutan Bung Karno atas keindahan Istana sangat kompleks. Dullah harus membenahi ratusan lukisan koleksi Bung Karno yang sudah ada, untuk selanjutnya menyeleksi, memajang di dinding-dinding mulai dinding Istana Negara, Istana Merdeka, Gedung Agung Yogyakarta, Istana Bogor, sampai Istana Tampaksiring. Di samping itu, merestorasi lukisan-lukisan yang luka, lalu mendisplai lagi, dan seterusnya. Di luar itu, Dullah sering diajak Bung Karno mencari lukisan, mendekati pelukis, dan berdiskusi seni. Bahkan berjalan jauh di luar Istana sambil membahas upaya penghormatan atas keindahan alam, seperti pembangunan gazebo di bukit Kintamani.

Sepuluh tahun berjalan, pada 1960 Dullah minta diri keluar dari Istana. Ia ingin jadi pelukis bebas. Bung Karno terperangah, sambil bertanya. Kurang opo to kowe?” (Kurang apa sih kamu?)

Dullah tak menjawab. Pokoknya ia minta keluar. Sampai akhirnya Bung Karno berkata lanjut, Saiki aku ngerti. Kowe ora kurang opo-opo. Mung kurang ajar!” (Sekarang aku mengerti. Kamu tidak kurang apa-apa. Hanya kurang ajar!), kata Bung Karno sambil menepuk-nepuk pundak Dullah. Dullah melihat mata Bung Karno berkaca-kaca. Bila dihadapkan pada soal-soal politis, Bapak dengan sigap akan menangkis. Namun, jika dibelitkan problem seni lukis, Bapak serta-merta menangis,” kenang Dullah.

* Disarikan dari Harian Kompas, 1 Juni 2001, dengan judul “Bung Karno dan Tiga Pelukis Istana”.

*****

“Lalu, apa kaitan sejarah ini dengan AMT?” Aha! Pertanyaan yang bagus! Inilah bagian yang paling menyenangkan. Kebetulan, AMT memiliki salah satu lukisan Dullah. Mau cari di mana pun, lukisan itu tidak bakalan ada, karena memang berada aman dalam brankas AMT. Bahkan kalau Anda mencari dengan mesin pencari Google, Anda tidak akan menemukan lukisan yang ada pada AMT. Penasaran? Silakan dilihat-lihat dulu.

Lukisan tersebut bertahun 1974, dilukis di Bali, berbahan cat minyak yang disapukan di atas kanvas berukuran 30x40 cm. Barang siapa tertarik untuk mendapatkannya, silakan tinggalkan komen atau langsung kirim penawaran di amt2sukses@gmail.com.

Salam Sukses Hidup Sukses! Huyeahh!

2 komentar:

Unknown mengatakan...

waaah.. kuereen.. tp harganya pasti muahal.. berapa ya harganya?

SUKSES HIDUP SUKSES mengatakan...

AMT memakai sistem lelang, Bro.. silakan ajukan penawaran aja.. bs langsung di sini ato bs via email.. barang kami berikan pada penawar tertinggi tentu saja :)

Posting Komentar